SURABAYA, KOMPAS.com - Siami tak pernah membayangkan  niat tulus mengajarkan kejujuran kepada anaknya malah menuai petaka.  Warga Jl Gadel Sari Barat, Kecamatan Tandes, Surabaya itu diusir ratusan  warga setelah ia melaporkan guru SDN Gadel 2 yang memaksa anaknya, Al,  memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional pada 10-12  Mei 2011 lalu. Bertindak jujur malah ajur!
Teriakan “Usir,  usir…tak punya hati nurani” terus menggema di Balai RW 02 Kelurahan  Gadel, Kecamatan Tandes, Surabaya, Kamis (9/6/2011) siang. Ratusan orang  menuntut Ny Siami meninggalkan kampung. Sementara wanita berkerudung  biru di depan kerumunan warga itu hanya bisa menangis pilu. Suara  permintaan maaf Siami yang diucapkan dengan bantuan pengeras suara  nyaris tak terdengar di tengah gemuruh suara massa yang melontarkan  hujatan dan caci maki. 
Keluarga Siami dituding telah mencemarkan  nama baik sekolah dan kampung. Setidaknya empat kali, warga menggelar  aksi unjuk rasa, menghujat tindakan Siami. Puncaknya terjadi pada Kamis  siang kemarin. Lebih dari 100 warga Kampung Gadel Sari dan wali murid  SDN Gadel 2 meminta keluarga penjahit itu enyah dari kampungnya. 
Padahal,  agenda pertemuan tersebut sebenarnya mediasi antara warga dan wali  murid dengan Siami. Namun, rembukan yang difasilitasi Muspika (Musyarah  Pimpinan Kecamatan Tandes) itu malah berbuah pengusiran. Mediasi itu  sendiri digelar untuk menuruti tuntutan warga agar keluarga Siami minta  maaf di hadapan warga dan wali murid. 
Siami dituding sok pahlawan  setelah melaporkan wali kelas anaknya, yang diduga merancang kerjasama  contek-mencontek dengan menggunakan anaknya sebagai sumber contekan. 
Sebelumnya,  Siami mengatakan, dirinya baru mengetahui kasus itu pada 16 Mei lalu  atau empat hari setelah UN selesai. Itu pun karena diberi tahu wali  murid lainnya, yang mendapat informasi dari anak-anak mereka bahwa Al,  anaknya, diplot memberikan contekan. Al sendiri sebelumnya tidak pernah  menceritakan ‘taktik kotor’ itu. Namun, akhirnya sambil menangis, Al,  mengaku. Ia bercerita sejak tiga bulan sebelum UN sudah dipaksa gurunya  agar mau memberi contekan kepada seluruh siswa kelas 6. Setelah Al  akhirnya mau, oknum guru itu diduga menggelar simulasi tentang bagaimana  caranya memberikan contekan. 
Siami kemudian menemui kepala  sekolah. Dalam pertemuan itu, kepala sekolah hanya menyampaikan  permohonan maaf. Ini tidak memuaskan Siami. Dia penasaran, apakah  skenario contek-mencontek itu memang didesain pihak sekolah, atau hanya  dilakukan secara pribadi oleh guru kelas VI. 
Setelah itu, dia  mengadu pada Komite Sekolah, namun tidak mendapat respons memuaskan,  sehingga akhirnya dia melaporkan masalah ini ke Dinas Pendidikan serta  berbicara kepada media, sehingga kasus itu menjadi perhatian publik. 
Dan  perkembangan selanjutnya, warga dan wali murid malah menyalahkan Siami  dan puncaknya adalah aksi pengusiran terhadap Siami pada Kamis kemarin.  Situasi panas sebenarnya sudah terasa sehari menjelang pertemuan. Hari  Rabu (8/6), warga sudah lebih dulu menggeruduk rumah Siami di Jl Gadel  Sari Barat. 
Demo itu mendesak Ny Siami meminta maaf secara terbuka. Namun, Siami berjanji menyampaikannya, Kamis. 
Pertemuan  juga dihadiri Ketua Tim Independen, Prof Daniel M Rosyid, Ketua Unit  Pelaksana Teknis (UPT) Dindik Tandes, Dakah Wahyudi, Komite Sekolah, dan  sejumlah anggota DPRD Kota Surabaya. Satu jam menjelang mediasi, sudah  banyak massa terkonsentrasi di beberapa gang. 
Pukul 09.00 WIB,  tampak Ny Siami ditemani kakak dan suaminya, Widodo dan Saki Edi Purnomo  mendatangi Balai RW. Mereka berjalan kaki karena jarak rumah dengan  balai pertemuan ini sekitar 100 meter. Massa yang sudah menyemut di  sekitar balai RW langsung menghujat keluarga Siami. 
Mereka  langsung mengepung keluarga ini. Beberapa polisi yang sebelumnya memang  bersiaga langsung bertindak. Mereka melindungi keluarga ini untuk menuju  ruang Balai RW. Warga kian menyemut dan terus memadati balai pertemuan.  Ratusan warga terus merangsek. Salah satu ibu nekat menerobos. Namun,  karena yang diizinkan masuk adalah perwakilan warga, perempuan ini harus  digelandang keluar oleh petugas. 
Mediasi diawali dengan  mendengarkan pernyataan Kepala UPT Tandes, Dakah Wahyudi. Ia menyatakan  bahwa seluruh kelas VI SDN Gadel 2 tidak akan kena sanksi mengulang UN.  Ucapan Dakah sedikit membuat warga tenang. Namun, situasi kembali  memanas. Apalagi Ny Siami tidak segera diberi kesempatan menyampaikan  permintaan maaf secara langsung. 
Kemudian warga diminta kembali  mendengarkan paparan yang disampaikan Prof Daniel Rosyid. Ketua tim  independen pencari fakta bentukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini ini  berusaha menyejukkan warga dengan menyebut dirinya asli Solo. Dikatakan  bahwa Solo, Surabaya adalah juga Indonesia, sehingga setiap warga tidak  berhak mengusir warga Indonesia. 
Kemudian dia berusaha berdialog  santai dengan warga. Ada salah satu warga menyeletuk. “Kalau kita  dikatakan menyontek massal. Lantas, kenapa saat menyontek pengawas  membiarkannya,” ucap salah satu ibu yang mendapat tepukan meriah warga  lain. 
Warga juga menyatakan bahwa menyontek sudah terjadi di  mana-mana dan wajar dilakukan siswa agar bisa lulus. Mendengar hal ini,  Daniel kemudian memperingatkan bahwa perbuatan menyontek adalah budaya  buruk. Di masyarakat manapun, perbuatan curang dan tidak jujur ini tidak  bisa ditoleransi. 
”Menyontek adalah awal dari korupsi. Jika  perbuatan curang ini sudah dianggap biasa, maka ini akan membuka  perilaku yang lebih menghancurkan masyarakat. Tentu tidak ada yang mau  demikian,” sindir Daniel. 
Kemudian mediasi dilanjutkan dengan  menghadirkan Kepala SDN Gadel 2, Sukatman. Akibat kasus contekan massal  di sekolahnya, Sukatman dan dua guru kelas VI dicopot. Sukatman  menyampaikan permintaan maaf kepada wali murid. 
Namun wali murid  menyambut dengan teriakan bahwa Sukatman tidak salah. Yang dianggap  salah adalah keluarga Siami karena membesar-besarkan masalah. Warga pun  kembali berteriak “usir… usir”. Namun warga mulai tenang karena Sukatman  tempak menghampiri Ny Siami dan suaminya. Mantan Kasek ini langsung  meraih tangan ibunda Al dan saling meminta maaf. Namun, setelah itu  warga kembali riuh
Setelah Siami diberi kesempatan berbicara, keributan langsung pecah.  Suara massa di luar balai RW terus membahana, menghujat keluarga Siami.  Padahal saat itu, Siami sedang menyiapkan mental dengan berdiri di  hadapan warga. 
Meski sudah berusaha tegar, namun ibu dua anak ini  mulai lemah. Dia tampak berdiri merunduk sementara kedua matanya sudah  mengeluarkan air mata. “Saya minta maaf kepada semua warga…” ucap Siami  yang tak sanggup lagi meneruskan kalimatnya. 
Namun, sang suami  terus membimbing, membuat perempuan ini kembali melanjutkan pernyataan  maaf. Namun, suasana kian ricuh karena massa terus berteriak “usir”.  Baik petugas polisi dan tokoh masyarakat berusaha menenangkan situasi.  Baru kemudian kembali terdengar suara Siami. 
Dengan tangan  gemetar dan ketegaran yang dipaksakan, Siami kembali berucap, “Saya  tidak menyangka permasalahan akan seperti ini. Saya hanya ingin  kejujuran ada pada anak saya. Saya sebelumnya sudah berusaha  menyelesaikan persoalan dengan baik-baik.” 
Pernyataan tulus Siami  tidak juga membuat massa tenang, sampai akhirnya polisi memutuskan  untuk mengevakuasi Siami dan keluarganya. Siami diarahkan ke mobil  polisi dengan pengamanan pagar betis. Namun massa tetap berusaha  merangsek, ingin meraih tubuh Siami. Sejumlah warga bahkan sempat  menarik-narik kerudung Siami hingga hampir terlepas. Siami akhirnya  berhasil diamankan ke Mapolsek Tandes.
Baik Ny Siami dan suaminya enggan memberi komentar usai kericuhan.  Namun, kakak kandung Siami, Saki, mengakui bahwa adiknya saat ini dalam  tekanan yang luar biasa. “Dia tak tahan lagi dengan tekanan warga.  Sampai tidak mau makan hari-hari ini. Nanti kami akan merasa tenang jika  di Gresik,” kata Saki. Benjeng, Gresik adalah daerah asal Siami. Saat  ini Al, anak Siami yang dipaksa memberi contekan, juga diungsikan ke  Benjeng setelah rumahnya beberapa kali didemo warga. 
Sementara  itu, Ny Leni, perwakilan warga menyatakan bahwa pihaknya masih akan  terus menuntut agar tiga guru yang dicopot tetap mengajar di SDN Gadel 2  dan menuntut Siami bertanggung jawab. 
Budaya sakit 
Prof  Daniel M Rosyid yang juga Penasihat Dewan Pendidikan Jatim, menyesalkan  tindakan warga Gadel yang berencana mengusir keluarga Siami, ibunda Al.  “Tuntutan warga untuk mengusir keluarga Al tidak masuk akal. Itu tidak  bisa dituruti,” katanya. 
Daniel menilai tuntutan warga tersebut  sudah tidak rasional. Perbuatan benar yang dilakukan ibu Al, Siami,  dinilai warga justru malah salah. Tindakan menyontek rupanya sudah  mengakar dan menjadi kebiasaan bahkan budaya di masyarakat. “Warga  ternyata sakit,” katanya.
Lagi pula Kepala Sekolah Sukatman dan dua guru kelas VI, Fatkhur  Rohman dan Prayitno, sudah legowo dan menerima keputusan sanksi yang  diberikan. “Saya kira ini kalau dibiarkan masyarakat akan sakit terus.  Orang jujur malah ajur, ini harus kita cegah,” papar Daniel. 
Sebelumnya,  hasil tim independen pimpinan Daniel Rosyid menyampaikan temuannya  bahwa Al, anak Siami, memang diintimidasi guru sehingga mau memberikan  contekan. Namun, tim tidak menemukan cukup bukti sehingga UN di SDN  Gadel 2 perlu diulang. Alasannya tim independen tidak menemukan hasil  jawaban UN yang sistemik sama, dan nilai UN pun hasilnya tidak sama. Al  ternyata membuat contekan yang diplesetkan. Al tidak seluruhnya  memberikan jawaban yang benar. Dan kawannya pun tidak sepenuhnya percaya  dengan jawaban Al. Sehingga hasil ujian tidak sama. 
Selain itu  tim juga mempertimbangkan UN ulang akan memberatkan siswa dan wali  murid. Sanksi yang direkomendasikan yakni sanksi administratif dari  Pemkot Surabaya kepada guru yang melakukan intimidasi kepada Al. 
Berdasarkan  temuan tim independen ditambah pemeriksaan Inspektorat Pemkot Surabaya  itulah, Wali Kota Tri Rismaharini akhirnya mencopot Kepala Sekolah SDN  Gadel 2 Sukatman dan dua guru kelas VI Fatkhur Rohman dan Prayitno.
rendah.